MASALAH PERKEMBANGAN PADA MASA KANAK-KANAK
1. DISLEKSIA
a. Defenisi
Disleksia adalah gangguan perkembangan pada otak sejak lahir ditandai dengan ketidakmampuan belajar anak di usia sekolah dalam hal membaca dan menulis, atau ketidakmampuan belajar terutama mengenai bahasa yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata, membaca dan menulis meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, memiliki kesempatan pendidikan yang cukup serta memiliki penglihatan dan pendengaran yang normal.
b. Penyebab
Kelainan otak bawaan sejak lahir disebabkan perkembangan otak pada masa janin yang mengalami hambatan/gangguan.
c. Ciri-ciri
Sulit mengingat huruf, angka, kesulitan dalam mengiramakan kata, mengenal posisi bunyi dan memisahkan kata perkata.
d. Contoh kesalahan membaca dan menulis anak dengan disleksia
1) Kesalahan dalam membaca permulaan kata, misal huruf “A” dibaca “Z”, huruf “H” dibaca “N”.
2) Kesalahan dalam membaca teknis, misal “api” dibaca “upi”, “pulau” dibaca “palu”.
3) Kesalahan dalam menentukan huruf waktu di dikte, misal huruf “b” diganti “d”.
4) Kesalahan dalam menuliskan kata pada saat di dikte, misal “bola” ditulis “boal”, “pohon” ditulis “popn”
5) Kesalahan dalam menulis kata pada ketika menulis sendiri, misal “jerapah” ditulis “jerpah”, “helikopter” ditulis “hekofter”.
e. Penanganan
1) Manajemen kelas kecil, misal 10 anak dengan 2 orang pembimbing.
2) Pendekatan multisensory. Agar siswa lebih mudah memahami pelajaran, guru menyampaikan materi melalui berbagai indra ( penglihatan, pendengaran, sentuhan, pengamatan langsung).
3) Ukuran huruf-huruf yang besar. Dalam pelajaran membaca, huruf dibuat dalam ukuran besar dan diberi tanda khusus, misal huruf “b” warna merah, huruf “d” warna hijau.
4) Fokus step by step. Dalam pelajaran membaca dan menulis, fokuskan pada satu huruf dahulu secara berulang-ulang, setelah anak bisa mengingat dan menuliskannya kembali tanpa ada kesalahan baru berpindah pada huruf berikutnya.
5) Membaca Teknis. Memulai pelajaran dari hal yang sudah dikuasai siswa, membaca bacaan bergambar dan menjawab pertanyaan dari bacaan tersebut, membedakan huruf “b” dan “d” dengan tangan kanan dan tangan kiri, di kelas formal beri kesempatan siswa dengan disleksia mendapat giliran membaca paling akhir dari teman-temannya.
6) Kegiatan ekstrakurikuler. Dalam hal ini dikhususkan pada pelajaran membaca, menulis dan berhitung untuk meminimalisir kesulitan belajar siswa.
7) Pelatihan keterampilan sosial. Hal ini untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya, siswa juga diarahkan untuk memahami kesulitan belajar yang ia hadapi serta cara-cara mengatasinya.
8) Bantuan ahli terapi.
2. PHOBIA SOSIAL
a. Defenisi
Phobia sosial adalah gangguan perkembangan sosial anak dimana anak berada dalam kondisi irasional yaitu kecemasan yang berlebihan ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial.
b. Ciri-ciri
1) Anak takut berintaraksi dengan lingkungan sosial
2) Anak enggan untuk berangkat kesekolah dan tempat-tempat keramaian.
3) Anak tidak mau berkenalan dengan teman sebaya atau orang lain, cenderung menghindari kontak mata dengan orang lain, menarik diri, cemas ketika berhadapan dengan orang lain.
4) Anak selalu menempel pada orang tua, tidak mau ditinggal di sekolah.
5) Rendahnya kepercayaan diri anak, memiliki konsep negative takut tidak di teriman di lingkungan.
c. Penyebab
1) Pola asuh yang salah sehingga perkembangan kemandirian sosialnya terhambat, misal orang tua dengan pengasuhan yang otoriter, atau overprotektif.
2) Trauma
3) Genetik/bawaan dari lahir
Yaitu pada masa janin perkembangan otak anak tidak normal, terdapat kelebihan pada otak bagian kanan (amygdala) yang berperan mengontrol rasa takut. Respon tersebut menimbulkan reaksi fisik saat anak berinteraksi, misal pusing, mual, sakit perut, keringat dingin. Reaksi fisik tersebut dipicu oleh adanya overaktif pada system saraf otonom yang mengatur system saraf denyut jantung.
d. Perbedaan phobia sosial dengan anak pemalu/pencemas.
Pada anak dengan phobia sosial, dia menganggap segala perilakunya akan dinilai oleh orang lain. Pikirannya hanya terfokus pada hal tersebut sehingga membuatnya tidak mampu mengatasi rasa cemas. Sedangkan pada anak pemalu, ia hanya takut berinteraksi dengan lingkungan sosial sementara waktu, ketika sudah bisa beradaptasi, ia akan bergaul secara normal dengan teman-teman sebaya dan orang-orang disekitarnya.
e. Penanganan
1) Mengevaluasi pola asuh. Idealnya orang tua bersikap demokratis, tetap memegang kendali namun tetap memberikan kebebasan anak berpendapat.
2) Agenda sosialisasi. Masukkan jadwal sosialisasi dalam jadwal kegiatan anak. Anak sebaiknya tidak teralu disibukkan dengan les privat sehingga membuat ia lupa bermain dengan teman-temannya. Pastikan anak mempunyai waktu untuk menambah koleksi teman dan berinteraksi dengan teman lama.
3) Kenalkan anak pada beragam karakter. Hal ini dapat dilakukan dengan membacakan cerita fiksi, mengenalnya tokok-tokoh yang ada didalam cerita tersebut, atau bisa juga menceritakan pengalaman berteman guru/orang tua kemudian membiarkan anak memperlajari tokoh-tokoh yang diceritakan dan minta anak untuk menceritakan kembali apa yang ia dengar dan pahami dari karakter tokoh-tokoh tersebut.
4) Bermain peran. Hal ini untuk melatih anak komunikasi interpersonal. Misal, bermain telpon-telponan, guru/oarngtua sebagai penelpon, anak sebagai penerima. Atau bermain dengan bertamu kerumah tetangga, guru/orangtua sebagai tuan rumah, anak sebagai tetangga yang berkunjung.
5) Sering mengajak anak silaturahim kekerabat, sepupu, tetangga, bermain di taman bermain dan tempat keramaian lain.
3. HIPERAKTIVITAS
a. Defenisi
Hiperaktivitas adalah suatu gangguan perkembangan pada tingkat aktivitas anak, dimana anak memiliki aktivitas yang berlebihan (tinggi), ata suatu pola perilaku anak yang menyebabkan sikap anak tidak mau diam, tidak bisa focus perhatian dan impulsive (semaunya sendiri). Anak hiperaktif cenderung selalu bergerak dan tidak bisa tenang.
b. Perbedaan overaktif, hiperaktif dan sindrom hiperkenetik.
1) Overaktif adalah keadaan dimana anak tidak mau diam, disebabkan karena anak kelebihan energy. Hal ini menunjukkan anak berada dalam keadaan sehat, cerdas dan penuh semangat.
2) Hiperaktif adalah keadaan dimana pola perilaku anak overaktif yang cenderung menyimpang ( tidak pada tempatnya) dan semaunya sendiri, terkadang menimbulkan kerusakan, mengganggu orang lain dan bisa membahayakan jiwa anak sendiri.
3) Sindrom hiperkenetik adalah semua bentuk aktivitas yang parah yang menyertai kelambatan dalam perkembangan psikologinya, misal dalam perkembangan bicara kikuk, kesulitan bicara.
c. Penyebab
1) Gangguan perkembangan otak pada masa janin di akibatkan keracunan kehamilan
2) Keracunan timbal yang parah pada masa kanak-kanak, menyebabkan gangguan proses perkembangan otak ditandai dengan kesulitan konsentrasi dan hiperaktif. Sumber produksi timbal yaitu batu battery,asap kendaraan, cat rumah yang sudah tua, bengkel produksi mobil bekas.
3) Infeksi Telinga, yang menyebakan lemahnya pendengaran sehingga perkembangan bahasa lamban dan perilaku menjadi hiperaktif.
4) Disfungsi neurologis, dengan gejala utama tidak bisa memusatkan perhatian.
d. Penanganan
1. Bimbinglah anak hiperaktif menemukan keunggulan dan kekuatan. Hal ini bertujuan agar mereka terlatih menghargai diri pribadi yang memiliki keunikan yaitu kelebihan dan kekurangan.
2. Ajarkan disiplin. Disipilin yang tinggi pada anak hiperaktif penting agar ia dapat mengatur dirinya dengan baik.
3. Jangan menghukum. Perilaku hiperaktif anak bukanlah suatu kesalahan yang disengaja, tetapi karena perkembangan otaknya tak sempurna, dan ia tidak perlu dihukum.
4. Salurkan ke-agresifan anak. Libatkan dan ikutsertakan anak dalam kegiatan olahraga dan kegiatan di luar ruangan.
5. Jangan memberi label. Jangan member label anak hiperaktfi dengan kata-kata “nakal/bodoh/malas”, karena pada akhirnya ia akan berperilaku seperti yang dilabelkan kepadanya, bantu anak menyelesaikan permasalahannya.
6. Pengulangan . Teruslah mengulang hal-hal yang dengan cepat dapat dipelajari dan diingat oleh anak.
7. Perbanyak komunikasi. Jika pada anak normal hanya berkomunikasi pada saat tertentu, maka pada anak hiperaktif harus berkomunikasi lebih sering.
8. Pengawasan. Lakukan pengawasan gerakan anak yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah kamu baca, tolong beri komentar ya ^_^ trims...